Kutanya pada malam tegarkah aku bagai karang?
Saat sendiri tanpamu
Pria terhebat dalam hidupku
Kenapa meninggalkanku saat yang kubutuhkan adalah kebijaksanaanmu
Manusia-manusia naïf itu
menyemburkan lahar ke wajahku
Panas, perih, luka, tanpamu bagaimana aku bisa
Manis wajah mereka hilang seiring pudarnya wajahmu diingatanku
Aku tidak takut menghantam badai, tapi aku takut akan pesanmu saat
itu
Kurindu berbagi malam biru dengamu
Mengutuk harta yang membuat manusia buta
Terjaga meredam murung agar airmatamu tidak terjatuh
Demi tuhan kenapa malam terakhir itu kita lalui dengan sendu?
Tak kusesali kau pergi, jutaan airmata ini hanyalah penyembuh luka
Karena kau priaku tidak akan pernah kembali lagi
Sesak dada terisi penyesalan ingin juga kutumpahkan
Idealismemu yang terikat padaku mencoba menutup lubang kosong dalam
hati
Tapi bagaimanapun wajah kecewa itu akan kupendam menjadi dendam
Katankanlah dari ujung
langit sana, bagaimana aku harus berbuat?
Mimpi indah tentang kehidupan telah hancur bersamamu
Manusia-manusia konyol itu telah berani menertawakan setiap airmata
yang jatuh dari pipiku
Lantas apa aku harus melupakan kebijakanmu dan membuat bajingan
diriku sendiri?
Kau selalu berkata semua niat yang baik akan menghasilkan hasil
yang baik pula
Sekalipun semua berpaling darimu kau tetap akan tersenyum bukan?
Aku tidak tahu bagaimana menjadi bijak saat kau tidak disisiku
Bisakah aku menawar rasa sakit dengan perbuatan baik itu sendiri?
Kau priaku dari ujung langit sana, bicaralah sekali saja dalam mimpi
pun tak apa
~ for my beloved father, the man that my mother adore ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar