Minggu, 05 Juni 2011
Hegel Vs Schopenhaur
11:14
Menggapai langit tak semudah memetik buah apel
Walau sama-sama menggunakan tangan
Terkadang memang sungguh sebuah penantian panjang
Bagi orang tak percaya cinta, tak percaya nasib, tak percaya takdir
Menjadi pengikut schopenhauer sejati
Mati.. Mati.. Mati… jiwa hegel telah mati
Yang kau beri sungguh sampah harapan
Semangat hanya membakar jiwa menjadi abu
Membius hati hampa.., tatapan kosong melangkah
Sungguh jaman telah menipumu
Katakanlah perubahan itu sebuah kemajuan
Jika ada hal yang berbuah misterius
Yakinlah itu bukan kehendak tuhan
Kenapa tak kau cari saja dengan logika mesti tak punya jawaban
Berharap segala sesuatu akan lebih baik, lakukanlah
Matilah dengan tenang kemudian
Itulah yang disebut dengan surga?
Wajah Rembulan
Wahai perempuan yan tercinta kau lebih kuat dari baja
Punya semangat menyala bagai bara
Tapi tetap tak bisa hidup dalam hampa
Maka datanglah padamu cinta
Mencipta aroma nuansa berasa airmata
Adalah lelaki ibarat rembulan dengan mata bagai hujan
Menjelma bersama saat matahari terbenam awan
Menggelinjang bersama ditendang hiruk pikuk angin
Kelam memang tapi cukup nyata membuat nyaman
Terkutuklah senja yang membuat hujan reda
Demi tuhan singkirkanlah pelangi itu dari wajahnya
Agar erangan halilintar berubah menjadi irama dansa
Dimana perempuan bisa memeluk bayangnya dalam nyata
Memimpikannya dengan mata terbuka
Belt of Venus tak punya waktu lebih lama bertahan
Luna selena terlampau asyik menebar bintang, seiring redanya hujan
Apadaya rembulan memilih malam dari senja kelam tanpa pegangan
Semua esensi mengharu biru pun hilang perlahan terabaikan